Friends

Statistik

Flag Counter

Jelang UN, PKS Jember gelar Try Out SMA


Jember – Dalam rangka menyambut Ujian Nasional (UN) tahun 2014, pada hari Minggu (16/2) kemarin DPD PKS Kabupaten Jember bekerja sama dengan lembaga pengembangan sumberdaya insani “OPTIMA” menyelenggarakan try out bersama untuk para pelajar SMA.

Tujuan try out UN yang dilaksanakan di GOR Kaliwates Kabupaten Jember tersebut adalah untuk membantu para pelajar mengukur kemampuan dirinya dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional. Dengan diadakannya try out untuk pelajar kelas 3 SMA ini diharapkan juga dapat memperkenalkan PKS kepada para calon pemilih pemula.

Minat para pelajar pada acara tersebut sangat besar karena selain pendaftarannya gratis, tiga pelajar yang memperoleh nilai try out tertinggi mendapatkan hadiah berupa tablet PC. Selain itu juga disediakan puluhan doorprize menarik bagi mereka yang beruntung. Bagi para pelajar yang bertempat tinggal jauh dari lokasi try out juga disediakan antar jemput gratis.

Try out yang bertajuk “Pelajar Kreatif Sukses” tersebut diikuti oleh ratusan pelajar SMA, MA, dan SMK se-Kabupaten Jember.  “Acara ini sangat diminati oleh para pelajar. Peserta yang mendaftar hingga H-1 mencapai 640an,” kata Rahmat ketua panitia try out.

Acara try out diselingi dengan ice breaking dan juga dimeriahkan oleh penampilan nasyid agar peserta tidak stress mengerjakan soal-soal try out UN dalam sehari dan menjaga suasana yang ceria. Agar lebih dekat dengan para pelajar, panitia yang diterjunkan untuk sebagai pengawas try out adalah kader PKS yang masih muda-muda.  (iaghil/pksjember)

Panitia Try Outnya masih muda dan imut-imut cuy... :D 

Suasana Try Out

Pembagian Doorprize: Siapa cepat dia dapat...! h3h3h3...

yang rumahnya jauh bisa naik bis gratis lho... 


| Senin, 17 Februari 2014 0 comments

Pelajaran Berharga Dari Debu Gunung Kelud

By : Abu Mufti

Debu Kelud, debu yang istimewa: aromanya lembut khas, kelihatan halus tapi kasar, sangat ringan tapi bila basah lengket, bila dicuci tak meninggalkan bekas, tidak putih juga tidak hitam. Sebutir debu jadi masalah saat masuk ke mata, bermilyar debu jadi masalah di mana-mana.

Kemaksiatan yang telah menyebar rata di mana-mana tak akan mampu dibersihkan oleh seorang saja atau beberapa orang saja sebagaimana kita saksikan seorang yang menyapu teras rumahnya karena debu Kelud mengotorinya. Setelah bersih, tiba-tiba ada motor atau mobil yang lewat menerbangkan debu dan hinggap lagi ke teras rumahnya. Begitulah terus menerus sampai Pak RT menyerukan kerja bakti bersama dengan menyemprotkan air ke rumah-rumah dan jalan-jalan yang ada.

Legalah hati para ibu yang sehari bisa membersihkan lantai lebih dari lima kali. Namun kelegaan itu ternyata hanya sesaat karena angin besar yang menerbangkan debu dari RT sebelah yang belum dibersihkan mengotori halaman dan jalan-jalan lagi. Maka terpikirlah kapan saatnya pemimpin negeri menyerukan kerja bakti bersama dengan menyiramkan air ke debu yang tebal di berbagai penjuru agar tidak mengganggu pandangan sehingga banyak kecelakaan, atau mengganggu kesehatan badan kita. Atau kapan pemimpin negeri mengajak rakyatnya memohon hujan agar debu-debu yang di pohon yang tinggi dan atap-atap hilang karenannya.

Wahai saudaraku sesungguhnya amar-ma’ruf nahi munkar di negeri ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri atau beberapa kelompok karena kita akan lelah karenanya jika kemungkaran sudah laksana debu yang menggunung dan tersebar di mana-mana. Maka pilihlah pemimpin negeri yang mampu menyeru dan bersama-sama membersihkan debu yang menggunung itu dengan alat apapun dari sapu, ember, cangkul, tangki air, diesel, kompresor dan lain-lain sebagaimana kita saksikan saat ini sebelum Allah mendatangkan fitnah yang lebih besar.

Karena kalau debu kita biarkan di jalan maka saat mobil atau motor kita lewat maka debu itu akan beterbangan berubah laksana kabut dan mengganggu siapapun yang lewat tanpa pandang bulu.

Saat debu kita biarkan di rumah dan halaman pasti akan mengganggu seluruh aktifitas kita dan orang yang di sekitar kita. Mengganggu pandangan, mengganggu keindahan, mengganggu kesehatan, mengganggu ibadah dan pekerjaan kita sebagaimana saat ini kita saksikan sendiri anak-anak terpaksa tak ke sekolah, petani tidak ke sawah, pegawai kantor tak bisa kerja, restoran banyak yang tutup, bandara tutup, pedagang pasar juga banyak yang malas membuka dagangannya, nelayanpun tak melaut.

Sesungguhnya tersebarnya kemungkaran dan kemaksiatan tak jauh berbeda dampaknya dengan debu Kelud saat ini bahkan lebih dahsyat lagi. Maka mari kita banyak beristighfar dan bertaubat atas segala dosa dan kesalahan kita secara bersama-sama sebagaimana kita membersihkan debu ini di badan, di pakaian, di rumah, di kendaraan dan lingkungan kita.

Kita butuh pemimpin yang mengerti apa yang harus dilakukan, merasakan apa yang kita rasakan, mengerti bagaimana menyelesaikan masalah, mampu memberi contoh, berani memerintah, ada di depan dalam aksi dan dekat, bahkan dekat sekali, dengan Allah swt...

Allah, anugerahi kami dengan pemimpin semacam itu. Aamiin.. (pkspiyungan/pksjember)

| 0 comments

Anggota TNI: "Bodoh Sekali Mempertanyakan Atribut Relawan. Yang Dibutuhkan Bantuan!"

TNI dan Relawan PKS bercengkrama akrab di sela-sela membantu korban Kelud (16/2/2014)

Diceritakan oleh Chandra, ketika berdiskusi dengan Andi (nama samaran) relawan banjir dari TNI Brigif Zeni Cijantung di lokasi bencana banjir Tebet, Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Bodoh saja elit elit itu memperdebatkan atribut. Setiap bencana yang dibutuhkan adalah pertolongan cepat dan tanggap. Ini negeri rawan bencana, dibutuhkan skema Relawan semesta, kita semua harus siap jadi relawan.

Atribut sebagai tanda bahwa jika terjadi kekeliruan evakuasi bisa dievalusi, dan ada penanggung jawabnya. Saya lihat standar relawan PKS sudah sesuai dengan standar relawan nasional seperti basarnas atau BNPB.

Jika dengan atribut relawan, maka identifikasi relawan dan korban akan cepat bisa dipisahkan di daerah bencana. Korban bisa langsung identifikasi kepada siapa minta bantuan, itu salah satu tanda dan fungsi atribut.

Yang dibutuhkan korban bencana adalah reaksi cepat bantuan. Anda bayangkan jika seluruh parpol membuat pasukan relawan seperti PKS, maka jumlah korban yang banyak dan daerah yang luas akan lebih cepat ditangani. Relawan dari ormas dan parpol sangat dibutuhkan untuk membantu pemerintah, TNI dan Polri. Jadi kalau masih ada elite yang mempermasalahkan atribut, berarti dia tidak punya jiwa relawan sama sekali dan tidak paham bahwa negeri ini rawan bencana."

“Saya bersama pasukan Zeni sering diturunkan di semua jenis bencana, yang saya temukan tim relawan adalah dari TNI/Polri, Basarnas, BNPB, dan PKS. Dan tidak bisa kami pungkiri, di daerah bencana kami sering bekerjasama dengan PKS."

Salut untuk Relawan PKS !!!

___
*sumber: pkspetamburan

| Minggu, 16 Februari 2014 0 comments

Baznas Akui Peran Irwan Prayitno Tingkatkan Zakat Pemprov Sumbar Hingga 500 %

Gubernur Irwan Prayitno saat mendistribusikan Zakat berupa bantuan mesin kompresor - Foto: humas
Gubernur Irwan Prayitno saat mendistribusikan Zakat berupa bantuan mesin kompresor – Foto: humas
dakwatuna.com – Sumbar. Penghimpunan zakat di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut mencapai 500 % dengan total penghimpunan Rp 717.013.800.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Sumbar, Syamsul Bahri, mengungkapkan kenaikan zakat tersebut berasal dari PNS di lingkungan Pemprov Sumbar. Zakat itu selanjutnya didistribusikan kepada 470 penerima zakat (mustahiq)
Peningkatan ini diakui Syamsul, tak lepas dari komitmen Gubernur Irwan Prayitno yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong para PNS dan pegawai di Pemprov untuk berzakat.
“Hampir 90% dana Baznas yang didistribusikan berasal dari PNS SKPD, Kanwil, Unit Kerja yang berkedudukan di Sumbar. Sepuluh persen sisanya berasal dari berbagai profesi yang berzakat pada Baznas Sumbar, termasuk di dalamnya perusahaan,” jelasnya.
Mustahiq sendiri merasa sangat berbahagia dengan bantuan ini. Seperti yang dirasakan salah seorang mustahiq asal Padang Utara, Erni (43), yang sehari-harinya berjualan ikan keliling.
“Saya senang sekali. Uang ini untuk tambahan modal usaha. Biasanya saya hanya jual ikan dan sedikit sayuran, maka uang ini bisa dipakai untuk menambah sayuran sebab banyak permintaan,” tuturnya berbinar.
Gubernur Sumbar Langsung Distribusikan Zakat
Pendistribusian zakat langsung diberikan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kepada beberapa orang perwakilan mustahiq dari beberapa kelompok, Selasa (4/2/2014).
“Kami juga berharap agar para mustahiq yang menerima zakat ini memanfaatkan zakat yang diberikan sebaik-baiknya. Bila berbentuk uang, uangnya bisa digunakan untuk tambahan modal usaha, tidak langsung dihabiskan begitu saja. Bila dalam bentuk peralatan seperti mesin jahit atau perahu, bisa digunakan dan dirawat dengan baik sehingga tahan lama dan memberikan hasil,” ungkap Irwan.
Zakat yang didistribusikan merupakan tahap 1 tahun 2014 dan didistribusikan secara kolektif kepada para mustahiq yang dibagi dalam lima kelompok zakat: Sumbar Makmur, Sumbar Cerdas, Sumbar Iman dan Takwa, Sumbar Sehat, dan Sumbar Peduli.
Para mustahiq yang memenuhi syarat berasal dari usulan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sumbar yang direkomendasikan oleh UPZ Tuah Zakato atau dari Pimpinan SKPD Sumbar terhitung sejak Oktober hingga Desember 2013.
Zakat yang diberikan pada pendistribusian tahap pertama di tahun 2014 ini di antaranya berupa bantuan uang untuk tambahan modal senilai Rp1 juta dan Rp 2 juta per orang, dua unit becak, dua unit perahu, satu unit mesin jahit, dua unit mesin obras sarikayo, alat penggilingan kaca, alat pemotong besi, kompresor, bantuan biaya pendidikan Rp 1-2 juta, dan bantuan berobat. (humas/sbb/dakwatuna)

| Jumat, 07 Februari 2014 0 comments

Awas, Dana Saksi Pemilu Rentan Dikorupsi!

img4f29f8a3eeb9a
Sejak akhir tahun 2013 lalu, KPK sudah mewanti-wanti tahun politik 2014 rentan terjadi korupsi. Semua transaksi keuangan akan mengalami klimaksnya. Dan bukan tidak mungkin, terjadinya praktik illegal dari oknum-oknum yang menggunakan keuangan negara.
Setelah dana optimalisasi menjadi sorotan, kini publik mencermati dana saksi bagi parpol di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang akan dibiayai APBN yang besarnya mencapai Rp700 miliar. Yang kini menjadi polemik adalah soal waktu penganggaran dan pengelolaannya. Ini pula yang dikhawatirkan KPK bahwa dana saksi ini amat rentan dikorupsi.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyayangkan kemunculan dana saksi ini yang dirasa begitu mendadak. Perencanaan yang tidak matang, kata dia, akan memunculkan masalah pada semua proses pengelolaannya. Mulai dari pencairan, pendistribusian dan pelaporannya. Ini tergantung kesiapan pengelola anggaran.
“Yang perlu diperhitungkan, TPS itu di pelosok, bagaimana pengawasan terhadap penggunaannya? Bagaimana pelaporannya? Ini persoalan yang mesti diantisipasi,” katanya.
Apakah diteruskan atau tidak, tentu tergantung pengelola. Yang jelas, kalau pun disetujui, KPK menyatakan siap mengawasi pengelolaan anggaran itu. Sebab, tak mudah mengelola dana Rp700 miliar itu dengan jangkauan wilayah yang sangat luas.
“Secara normal, ini tidak mudah. Implementasinya, banyak hal yang tidak kita perhitungkan bisa saja terjadi. Jangan sampai fiktif,” katanya mengingatkan.
Kalau melihat sejumlah parpol yang ngotot dana ini dicairkan memang memprihatinkan. Sekretaris Kabinet Dipo Alam pernah membeberkan sejumlah pejabat negara dari parpol yang tersangkut masalah hukum atau korupsi. Urutan teratas yang terkorup adalah Golkar (36,36%), kedua PDIP (18,18%), Partai Demokrat (11,36%), PPP (9,65%), PKB (5,11%), PAN (3,97%), dan PKS (2,27%). Pemeringkatan itu berdasarkan surat izin yang dikeluarkan Presiden untuk memeriksa pejabat negara yang diminta
Keprihatinan yang sama juga ditunjukkan Koalisi Untuk Akuntabilitas Keuangan (KUAK) yang khawatir dana ini rawan diselewengkan, mengingat munculnya yang tiba-tiba dan terkesan dipaksakan. Peneliti Hukum dan Politik Anggaran IBC Roy Salam dan Peneliti ICW Abdullah Dahlan, yang masuk dalam koalisi itu, sudah melaporkan potensi korupsi ini ke KPK pada Senin lalu (3/2).
Menurut keduanya, rencana tersebut melanggar ketentuan terkait mekanisme penyusunan APBN baik Undang-Undang No 1 tahun 2004 atau UU No 17 tahun 2003. Sebab menurutnya, dalam ketentuan tersebut, dana anggaran saksi parpol tidak ada atau tidak diakui sebagai leading sector.
"Jelas dana tersebut tak bertuan," ujar Dahlan.
Sementara dari sisi penganggaran, menurut Dahlan bukanlah tugas pokok dan fungsi Bawaslu yang kelak diamanahi sebagai pengelola anggaran. Pasalnya, Bawaslu hanya berfungsi pengawasan dan bukan mendanai partai. Terlebih kata Dahalan, Parpol bukan organisasi dalam Bawaslu.
"Jadi tidak tepat Bawaslu mendanai kelembagaan yang bukan di bawah mereka. Jelas kita melihat bahwa anggaran ini dipaksakan. Ada motif politik yang kuat kemudian mendanai saksi parpol," imbuhnya.

(Humas)
http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/1673-awas-dana-saksi-pemilu-rentan-dikorupsi

| 0 comments

ELEKTABILITAS PARTAI DAN POLITISI KORUP : KORELASI DAN INTERPRETASINYA

Menyimak twitwar mengenai data korupsi politisi, rasanya akan sangat mudah membawa kita pada situasi perdebatan konyol soal dukung mendukung partai ini itu. Menarik sebetulnya jika kita mencoba keluar dari "kemelut" seperti itu dan memandangnya sebagai seorang akademisi dengan mencoba membuat analisis yang seobyektif mungkin.

Data mengenai politisi yang telah dipidana korupsi (perkaranya sudah diputus oleh hakim tipikor) baik di pusat maupun di daerah (DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kab/Kota) sejauh ini yang tersedia dalah sebagaimana tersaji berikut ini (data sampai akhir tahun 2013) :
sumber :  http://chirpstory.com/li/184257  (pada tautan akan dijumpai lampiran berupa daftar nama politisi dimaksud)

Memang ada data lain yang dirilis Sekretaris Kabinet, DR Dipo Alam per September 2012 yang diambil dari data izin pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Presiden untuk politisi DPR. Data tersebut memiliki tiga kelemahan. Pertama, mereka yang diperiksa belum tentu dipidana. Kedua, tidak ada lampiran nama-namanya. Ketiga, data tersebut hanya menyangkut politisi DPR saja, karena ijin pemeriksaan anggota DPRD Propinsi dikeluarkan oleh Mendagri atau anggota DPRD Kab/Kota oleh Gubernur. 

Data dimaksud adalah :
1.       Partai Golkar 64 orang (36 %)
2.       Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 32 orang (18 %)
3.       Partai Demokrat 20 orang (11 %)
4.       Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 17 orang (9,65 %)
5.       Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9 orang (5 %)
6.       Partai Amanat Nasional (PAN) 7 orang (3,9 %)
7.       Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 4 orang (2,27 %)
8.       Partai Bulan Bintang (PBB) 2 orang (1,14 %)

sumber : http://politik.kompasiana.com/2012/09/29/inilah-partai-terkorup-menurut-seskab-dipo-alam-497273.html

Mengamati kedua data, sebetulnya kita bisa menarik kesimpulan awal adanya kemiripan pola, meski urutannya tidak persis sama. Dengan berbagai alasan tersebut di atas maka untuk selanjutnya kita akan mengelaborasi data pertama.

Langkah selanjutnya yang bisa kita lakukan untuk analisis adalah membagi jumlah politisi korup dari partai tertentu dengan perolehan suara pada Pemilu 2009. Ini diperlukan untuk menghilangkan bias perbedaan jumlah populasi suara per partai. Partai mayoritas tentu akan mengatakan begini : jelas saja koruptor di partai kami lebih banyak kan kami partai besar (yang politisinya lebih banyak). Oke, mari kita bagi jumlah politisi dengan jumlah suara dan darinya kita akan mendapatkan semacam "rasio korupsi" atau "indeks korupsi" yang sudah terurut dari besar ke kecil sebagai berikut :

Indeks Korupsi (politisi korup/1 juta suara pileg 2009)

Indeks korupsi ini bisa diartikan sebagai "jumlah koruptor per satu juta suara", yang bisa dibaca juga sebagai peluang "dihasilkannya" koruptor dari partai tertentu jika jumlah indeks dibuat jadi 100%.

Peluang Adanya Politisi Korup di Setiap Parpol

Menarik jika kita melihat data di atas dengan memilah dua jenis partai : partai-partai yang sudah ada semenjak Orde Baru (partai Orba : Partai Golkar, PDIP, dan PPP) dan partai-partai yang berdiri pasca Reformasi (partai Reformasi). Terlihat bahwa Partai Orba menduduki posisi-posisi puncak, dengan pengecualian PAN. Interpretasi saya barangkali begini : Politisi dari partai-partai Orba sepertinya belum bertobat dari korupsi, bahkan kemudian mengajak dan mengajari "adik-adiknya" dari partai Reformasi untuk turut korupsi. Ingat, korupsi dalam banyak moda harus dilakukan secara "berjamaah" supaya lebih aman. Juga bisa dilihat bahwa PAN dalam hal ini adalah "adik yang bisa belajar dengan cepat dari kakak-kakaknya".

ANALISIS KORELASI

Bagi yang pernah mengikuti kuliah Dasar-dasar Statistik (Statistics 101) tentu sudah mengenal analisis korelasi. Kita bisa melangkah lebih jauh dengan data di atas untuk melihat korelasi (keterkaitan/ hubungan) antara data jumlah suara pada Pileg 2009 dengan jumlah koruptor di partai dimaksud.

Menarik bahwa hasil analisis korelasi Spearman terhadap kedua variabel menunjukkan hubungan yang kuat secara signifikan (Spearman's ρ = 0,756, p-value = 0,007; lihat lampiran untuk rincian perhitungan). Fakta ini mengejutkan karena jika kita benar-benar anti korupsi maka seharusnya diindikasikan dengan nilai korelasi yang negatif atau paling tidak mendekati nol. Ini tandanya positif dan angkanya mendekati 1.

Kalau kita baca secara hati-hati, ini bisa diartikan bahwa : suara rakyat yang makin besar terhadap suatu parpol, 76% nya akan berhubungan dengan makin banyaknya koruptor di partai itu ! Waduh, ini kok mengerikan ya.

Kalau kita memakai bagan kira-kira beginilah ilustrasi prosesnya :


Apakah itu berarti bahwa : rakyat Indonesia sebenarnya mendukung politisi (dan partai) yang korup?

Hemat saya, bisa diasosiasikan seperti itu kalau prosesnya kita balik. Jadi, rakyat harus diberitahu/diedukasi terlebih dahulu profil korupsi setiap parpol. Jika kemudian rakyat tetap memilih parpol yang korup, maka sesungguhnya korupsi politisi memang didukung oleh rakyat.

Jadi, urutan prosesnya sepertinya harus seperti ini

     1)  Sebelum April 2014 : beritahu rakyat soal grafik di bawah ini




    2) Tanggal 9 April 2014 : Pemilu Legislatif
    3) Hasil Pileg : Jika ranking indeks korupsi berkorelasi positif dengan ranking perolehan suara, mak a sesungguhnya rakyat Indonesia mendukung politisi dan partai yang korup

Kesimpulannya : tanggal 9 April 2014 kita akan melakukan sebuah eksperimen raksasa untuk menguji apakah sebetulnya rakyat Indonesia mendukung korupsi atau tidak.

Saya sendiri tidak sabar untuk mengetahui jawabannya.
Salam Anti Korupsi
RAHMAT MULYANA
(pengajar manajemen keuangan dan metodologi penelitian keuangan, profesional di bidang keuangan, mantan direktur keuangan sebuah BUMN, mahasiswa S3 di bidang manajemen keuangan)


DISCLAIMER

1    1. Garbage in garbage out. Adanya data yang lebih baik tentunya akan membuat analisis ini jadi lebih baik
2. Mungkin akan ada yang mengkritik dengan mengatakan "yang penting kan berapa jumlah yang dikorup bukan jumlah politisinya". Silakan saja dianalisis oleh yang bersangkutan dan sampaikan alternatif analisisnya. Mencoba meranking berdasarkan jumlah uang yang dikorup bisa jadi bermasalah juga, data siapa yang mau dipakai untuk menghitung kerugian dan adakah datanya? 
3. Meski sangat bisa diinterpretasikan secara politis, maksud kajian singkat ini sebetulnya lebih diniatkan untuk pencegahan korupsi. Dan untuk soal motif dan interpretasi ini, terus terang saya belum menemukan alat ujinya
4. Saran, masukan, kritik, sangat diapresiasi.
5. Saya harus mohon maaf kepada partai peserta pemilu yang baru di tahun 2014. Kita lihat pada pemilu berikutnya. Terima kasih



LAMPIRAN DAN RUJUKAN
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN DATA
RUJUKAN

1) https://www.dropbox.com/s/ui9r4ct4gw7myu8/correlation.pdf

Spearman rank correlation is used when you have two measurement variables and one"hidden" nominal variable. The nominal variable groups the measurements into pairs; if you've measured height and weight of a bunch of people, "individual name" is a nominal variable. You want to see whether the two measurement variables covary; whether, as one variable increases, the other variable tends to increase or decrease. It is the non-parametric alternative to correlation, and it is used when the data do not meet the assumptions about normalityhomoscedasticity and linearity. Spearman rank correlation is also used when one or both of the variables consists of ranks.
You will rarely have enough data in your own data set to test the normality and homoscedasticity assumptions of regression and correlation; your decision about whether to do linear regression and correlation or Spearman rank correlation will usually depend on your prior knowledge of whether the variables are likely to meet the assumptions.
Null hypothesis
The null hypothesis is that the ranks of one variable do not covary with the ranks of the other variable; in other words, as the ranks of one variable increase, the ranks of the other variable are not more likely to increase (or decrease).
The Pearson correlation coefficient is the most widely used. It measures the strength of the linear relationship between normally distributed variables. When the variables are not normally distributed or the relationship between the variables is not linear, it may be more appropriate to use the Spearman rank correlation method.
 ANOTHER STUDY PLEASE CHECK : http://en.wikipedia.org/wiki/Spearman's_rank_correlation_coefficient

| Senin, 03 Februari 2014 2 comments