Friends

Statistik

Flag Counter

Mudik Asyik, PKS Siapkan 60 Posko Pelayanan Mudik


JAKARTA-  Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membangun puluhan posko pelayanan di sejumlah titik di sepanjang jalur mudik. Kader-kader PKS  akan melayani para pemudik di titik posko yang telah ditentukan.

Ketua Bidang Kepanduan dan Olahraga (BKO) Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS, Purwanto mengatakan, kegiatan posko mudik ini merupakan agenda tahunan PKS. ”Kegiatan ini merupakan silaturahmi kader dan simpatisan yang sedang mudik, sekaligus ajang sosialisasi calon anggota legislatif dan tokoh dari PKS,” ujar Purwanto di Jakarta, Sabtu (3/8).

Posko telah dibuka sejak H-7 hingga H+7 Lebaran. Saat ini sudah ada 60 titik posko mudik PKS yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat.

“Insya Allah, akan bertambah hingga jelang H-1 lebaran,” jelasnya.

Lebih lanjut Purwanto menambahkan, posko mudik PKS akan melayani para pemudik mulai dari tempat peristirahatan, pelayanan medis gratis, penyediaan takjil untuk berbuka hingga jasa servis ringan kendaraan pribadi secara gratis.

“Untuk melayani para pemudik, kami juga bekerjasama dengan penginapan, restoran, hotel, mushola, dan masjid,” imbuh Purwanto.

Berikut data sementara lokasi posko mudik PKS yang sudah berjalan hingga H-5:

Sumatera Selatan:
Kota Palembang
Kab. Lubuklinggau
Kab. Empat Lawang (Kota Tebing Tinggi)

Lampung:
Kota Bandar Lampung (Terminal Rajabasa)
Kab. Tanggamus
Kab. Lampung Timur
Kab. Lampung Tengah
Kab. Lampung Selatan

Banten:
Kota Cilegon (Arah ke Merak)

DKI Jakarta:
Kodya Jakarta Pusat (Terminal Senen)
Kodya Jakarta Timur (Terminal Kp Rambutan)
Kodya Jakarta Selatan (Terminal Lebak Bulus)
Kodya Jakarta Barat (Terminal Kali Deres)
Kodya Jakarta Utara (Terminal Tanjung Priok)

Jawa Barat:
Kab. Bandung (RM Ma Ecot, Nagreg)
Kab. Cirebon (Pantura)
Kota Bekasi (Masjid al-Azhar, Kali Malang)
27 DPD se-Jawa Barat

Jawa Tengah:
Kab. Banyumas (Desa Alas Malang Kec. Kemranjen)
Kab. Banyumas (Desa Wangon Kec.Wangon)
Kab. Banyumas (Desa Pekuncen Kec. Pekunken)
Kab. Banyumas (Desa Pernamasidi Kec. Cilongok)
Kab. Sukoharjo (Kantor DPD Jl. Jend Sudirman 421)
Kota Surakarta (Solo)   (Kantor DPD)
Kab. Boyolali (Kantor DPD)
Kab. Klaten (Kantor DPD)
Karesidenan Pati
Karesidenan Kedu
Karesidenan Pekalongan
Kota Semarang (Jalan Raya Tugu)
Kota Semarang (Komplek sekolah Ikhsanul Fikri)

DI Yogyakarta:
DPD - DPD PKS di Yogyakarta

Jawa Timur:
Kota Surabaya (Terminal Bungur Asih)
Kab. Probolinggo
Kab. Madiun
Kab. Malang

NTB:
Kab. Lombok Timur (Pelabuhan Kayangan)


*)|(http://tajuk.co/2013/08/pks-siapkan-60-posko-pelayanan-mudik/

| Minggu, 04 Agustus 2013 0 comments

Jebakan Presiden (Sial) Threshold

investasi-bodong-jebakan

Bambang Arianto, MA.
***

Perdebatan konyol mewarnai pembahasan perubahan UU Pilpres (UU No 42 Tahun 2008). Parpol bukannya sibuk mencari solusi minimnya kepemimpinan nasional dalam konteks yang lebih krusial, namun yang dipertontonkan justru aksi saling jegal antar parpol yang berakibat calon Presiden alternatif pilihan rakyat akan bernasib sial.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden di badan Legislasi DPR yang telah berlangsung selama enam masa sidang kembali menemui jalan buntu. Lima fraksi besar di DPR yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN dan Fraksi PKB menyatakan UU tidak perlu ada perubahan, sedang empat fraksi lain yakni Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Hanura menginginkan perubahan dengan harapan akan dapat meloloskan ketua umumnya. Keinginan parpol besar untuk mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagai syarat pencalonan Presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional dapat dimaklumi sebagai upaya memperkuat bargaining position Presiden terpilih. Namun bila akhirnya opsi ini dipilih kembali dapat dibayangkan hanya akan ada empat figur capres minus figur alternatif representasi publik.

Tarik Ulur Kepentingan

Dalam sejarah politik elektoral di Indonesia kombinasi sistem presidensial dan multipartai kerap kali menyandera Presiden terpilih, apalagi di tambah kuatnya sikap elit parpol yang sangat pragmatis dan bermuka dua menjadikan kombinasi ini sering menghasilkan deadlock antara eksekutif dan legislatif. Sistem presidensial setengah hati yang diterapkan di Indonesia diakui sangat rawan terhadap legislative heavy. Kombinasi rezim presidensial dan multipartai seperti terjadi di Indonesia, menurut Mainwaring adalah difficult combination. Hal ini disebabkan tidak adanya kekuatan mayoritas partai yang menguasai parlemen sehingga sering melahirkan “Presiden Minoritas”. Seperti dalam pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati (2001-2004) lalu pemerintahan Presiden SBY (Muhtadi 2012). Hal inilah disebabkan terjadinya polarisasi ideologi dengan dibuktikan banyaknya campur tangan DPR terhadap jalannya pemerintahan. Retorika ini menjadikan acuan beberapa parpol besar untuk bersikeras mempertahankan UU Pilpres No. 42 Tahun 2008. Lagi pula parpol besar tidak rela bila figur yang berasal dari parpol yang tidak memenuhi UU Pilpres dapat melenggang dengan mudah, sebab bila hal ini dibiarkan bisa jadi figur ini akan menjadi batu sandungan parpol besar.

Namun dalam sejarah politik elektoral di Indonesia dukungan besar diparlemen tidak menjamin sistem presidensial akan dapat berjalan stabil, buktinya pemerintahan SBY yang didukung hampir 70 persen tetap saja sering di jahili oleh DPR. Hal inilah yang menjadikan parpol menengah ngotot menurunkan ambang batas presidential threshold sebagai jalan memuluskan pilihan figur yang lebih beragam dan dapat menarik figur yang tidak memiliki kendaraan parpol seperti Dahlan Iskan dan mahfud MD untuk maju dalam audisi calon Presiden versi Indonesia. Yang disayangkan ditengah-tengah perdebatan publik mendambakan figur alternatif, masih banyak parpol yang mengedepankan ego politik dengan memaksakan diri agar calonnya dapat melanjutkan estafet kepemimpinan nasional seperti Gerindra dengan Prabowo dan Hanura yang baru saja mendeklarasikan duet Wiranto – Hari Tanoesoedibjo, padahal akan lebih baik bila berfikir realistis dengan berkoalisi.

Kekhawatiran parpol besar bila ambang batas presidential threshold diturunkan dapat disebabkan figur parpol menengah saat ini tengah menunjukkan tren positif dimata pemilih, malah sebagian figur tersebut telah mampu memikat perhatian publik. Bila semua parpol peserta pemilu punya hak sama untuk dapat mengusung capres-cawapres hal ini akan menjadi malapetaka bagi parpol besar sebab semakin meningkatnya preferensi politik tidak ada jaminan parpol besar akan dapat memenangi pemilihan Presiden dengan mulus.

Preferensi politik publik saat ini mengalami degradasi dari ideologi dan institusi (partai politik) ketataran figur. Post-orde baru siapa pun yang populer akan menjadi tokoh pilihan rakyat. Ini artinya yang terpenting adalah figur bukan ideologi atau pun partainya. Fenonema menguatnya preferensi politik publik pada figur tersebut dalam perspektif budaya politik mulai dirasakan setelah munculnya Jokowi sebagai pemenang Jakarta satu.

Parpol besar pun mulai mengerenyitkan dahi dengan ulah beberapa capres yang berasal dari parpol menengah seperti sosok Prabowo yang berani tampil dengan gaya seperti tokoh progresif sehingga menarik perhatian publik. Juga ada Wiranto yang sedang diorbitkan oleh efek “Harie Tanoe” lewat jejaring media. Tidak menutup kemungkinan figur-figur ini popularitasnya akan melebihi Megawati bahkan Aburizal Bakrie (ARB) sekalipun. Kengototan PDI Perjuangan untuk tetap menolak perubahan UU Pilpres patut dicurigai sebagai pertanda akan kembalinya Megawati dalam pertarungan presiden 2014. Sosok Jokowi yang telah mampu menasionalisasi lokal dan sekaligus lokalisasi nasional akan dijadikan energi potensial Megawati guna memberikan insentif elektoral bagi PDI Perjuangan.

Epilog

Dalam survey Kompas pemilih menilai sosok pemimpin yang berkubang dengan pragmatisme lama tampaknya akan semakin ditinggalkan. Mayoritas publik (98,3 persen) menginginkan karakter pemimpin masa kini yang sering turun ke lapangan untuk mengetahui substansi persoalan yang konkret. Kepemimpinan yang sama sekali berbeda dengan arus utama menyeruak ke ranah publik. Ini artinya tidak ada jaminan parpol besar yang mampu mengajukan capres bisa didukung sepenuhnya oleh rakyat bila nantinya figur yang diajukan belum juga menunjukkan perubahan yang berarti.

Akhirnya jebakan presidential threshold ini jelas akan membuat kembalinya figur berwajah suram dan tentunya membuat capres alternatif bernasib sial. Sangat disayangkan bila figur yang memiliki integritas dan telah teruji mampu memberikan perubahan signifikan bagi perkembangan demokrasi harus tersingkir karena tidak memiliki kendaraan parpol apalagi kecukupan modal suara dalam melewati jebakan presidensial threshold. Bila akhirnya UU Pilpres tidak memberikan celah sedikit pun bagi keterpilihan figur potensial artinya bangsa ini telah mengalami kemunduran dan tidak normal.

*)|(dakwatuna[dot]com

| Kamis, 01 Agustus 2013 0 comments

Fahri Hamzah: SBY Salah Alamat


Jakarta - Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah menilai bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) salah dalam memberikan grasi kepada para narapidana. Sebab, pengampunan dan pengurangan masa tahanan itu diberikan kepada narapidana kasus narkoba.

Menurutnya, SBY telah melanggar Undang-undang (UU) tentang pemberian grasi. Mengingat, grasi tersebut dialamatkan kepada para napi narkoba yang merusak masa depan bangsa.

"(SBY) Itulah salah alamat (pemberian grasi). Maksud grasi itu untuk nenek nyuri sebutir kelapa, maling sendal, maling ranting pohon. Itu ribuan jumlahnya," kata Fahri, kepada INILAH.COM, Kamis (1/8/2013).

Menurutnya, UU grasi itu diterbitkan untuk mengurangi para penghuni lembaga permasyarakatan (LP)

"SBY pernah kita bikin UU grasi sehingga penjara bisa dikosonginlah dikit," tegas politikus PKS itu.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana diduga kuat ikut merekomendasi pemberian grasi (pengampunan atau pengurangan masa tahanan oleh Presiden) kepada para narapidana kasus narkoba.

Penilaian itu disampaikan Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Ahmad Yani. Sebab, Menurutnya, Denny begitu garang dalam melakukan sidak terhadap narapidana kasus tindak kejahatan korupsi. Namun tidak demikian dengan narapidana kasus narkoba.

"Jangan-jangan dia (Denny) ikut memberikan rekomendasi pada grasi narapidana narkoba," kata Yani, ketika dihubungi, Jakarta, Rabu (31/7/2013).

*)|(inilah[dot]com

| 0 comments

Indahnya Panorama Demonstran di Rab'ah Al-Adawiyah | Kesaksian Guru Besar Al-Azhar



By: Nandang Burhanudin
*****

Dr. Mu'tazz Al-Khawwas, Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Al-Azhar melalui akun twitternya menuturkan;

Saya ingin mengabadikan panorama demonstran Rab'ah Al-Adawiyah dalam catatan indah sejarah. Sepulangnya dari klinik yang berhadapan dengan panggung demonstran proMoursi, saya sempatkan untuk berkeliling mengitari kemah-kemah demonstran. Saya temukan pemandangan berikut:
1. Tak ada satu kemah demonstran, melainkan selalu diramaikan lantunan Al-Qur'an.

2. Hampir tak ada obrolan antara para demonstran, melainkan selalu menghadirkan dzikrullah.

3. Sejak demonstran menguasai Rab'ah, saya tak pernah mendengar caci maki kepada siapapun, tidak seperti yang ditampilkan televisi proKudeta.

4. Saya lihat, tak sedikit yang menunaikan shalat di kemah-kemahnya.

5. Sebelum buka puasa, semua turut serta menyiapkan hidangan takjil.

6. Saya lihat, ada pula yang tertidur istirahat saking panasnya sengatan matahari di saat puasa.

7. Namun demikian, saya tidak menemukan orang yang makan-minum saat siang hari, ini menunjukkan rata-rata demonstran menunaikan puasa.

8. Saya tak mencium bau rokok, walaupun ada yang merokok. Namun jumlahnya tak seberapa dibandingkan jumlah demonstran yang jutaan orang.

9. Setiap kali saya masuk membawa mobil dari Komisi Kebangsaan, mereka selalu meminta maaf atas kondisi yang membuat penduduk sekitar Rab'ah terganggu. Bahkan beberapa demonstran menunjukkan kartu pengenal, di antaranya ada juga dosen yang mengajar di salah satu fakultas kedokteran.

10. Di awal-awal demo, sampah sempat bertumpuk. Namun setelah ada keluhan dari warga, para demonstran membersihkan jalan-jalan, menyirami dengan air, mengangkut sampah dengan mobil-mobil di pagi harinya.

11. Saya lihat, anak-anak muda membawa penyemprot air, untuk menjaga kebugaran demonstran akibat panas matahari yang sangat terik.

12. Saya tak menemukan seorang pun membawa senjata, selain tongkat-tongkat kayu untuk mengamankan medan demonstrasi. Selain kayu, saya pun menemukan pisau untuk menyiapkan makanan.

13. Setiap hari, terutama setelah ancaman kementrian dalam negeri, saya temukan jumlah demonstran makin hari semakin bertambah banyak.

14. Menjelang berbuka, saya saksikan para demonstran sibuk membagikan hidangan takjil untuk peserta demo yang lain.

15. Para demonstran sepenuhnya dapat mengatur penjaja jualan dadakan.

Ini kesaksian saya untuk dicatat sejarah, tentang orang-orang yang di media disebut sebagai orang-orang frustasi.

Semoga Allah memperlihatkan kebenaran, dan mengaruniakan hamba untuk mengikutinya.

*)|(pkspiyungan

| 0 comments